Mengenal Pelanggaran Maxim dalam Percakapan

Rekan-rekan, komunikasi itu susah-susah gampang. Kadang, komunikasi yang terkadang sederhana bisa menjadi begitu rumit, panjang, dan menyebabkan salah paham. Konteks obrolan yang tersampaikan dengan tidak benar juga rentan menimbulkan perdebatan. Dalam Bahasa Inggris, ‘pelanggaran’ terhadap konteks obrolan disebut dengan istilah Violating a Maxim. Maxim di sini memiliki definisi sebagai a phrase or saying, especially one that gives a rule for sensible behavior; sebuah frasa atau ucapan yang memberikan aturan untuk perilaku yang masuk akal (Longman Dictionary of Contemporary English, 2022).

Nah, kali ini akan dibahas dua jenis pelanggaran maxim yang umum terjadi di dalam percakapan:

  1. Maxim of Relation/Relevance

Untuk maxim ini, penjawab harus menjawab pertanyaan yang konteksnya sesuai dengan yang ditanyakan; tidak boleh mengarahkan ke pertanyaan lain atau mengganti topik obrolan. Dengan kata lain, saat berada dalam sebuah topik obrolan, kedua pihak diharuskan fokus pada topik tersebut tidak mengalihkan ke topik pembicaraan lain ataupun menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.

  1. Maxim of Manner

Untuk maxim kedua ini, penjawab dituntut menjawab pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan dengan sejelas atau sesingkat mungkin; tidak perlu menjelaskan hal lain yang tidak berkaitan. Singkatnya, penjawab harus menjawab tanpa ngeles.

Mungkin ini masih terlalu sulit bagi rekan-rekan yang awam dengan dunia linguistik. Akan lebih baik jika dijelaskan dengan contoh. Berikut merupakan contoh-contoh percakapan yang melanggar maxim dan penjelasannya:

  1. Maxim of Relation/Relevance

 

A: Your dress looks nice, can I borrow it to the party?

B: I know, anyway have you watch this movie?

B melakukan pelanggaran terhadap Maxim of Relevance karena tidak menjawab secara lengkap pertanyaan yang dilontarkan oleh A terkait peminjaman gaun. Alih-alih menjawab lengkap, B malah mengalihkan obrolan dengan memberikan pertanyaan lain. Pesan yang tersirat adalah B terkesan tidak ingin gaunnya dipinjam oleh A.

  1. Maxim of Manner

 

A: How much is the price for all of your dresses collection?

B: Oh, some of these were given by friends, some are from giveaway prizes, and then I also bought some at discounted prices.

B di sini melakukan pelanggaran terhadap Maxim of Manner karena tidak menjawab secara jelas tentang harga yang ditanyakan. Alih-alih menjawab, B malah memberikan penjelasan yang tidak berkaitan dengan nominal angka yang ditanyakan. Pesan yang tersirat adalah si B “ngeles” agar A tidak tahu berapa nominal uang yang dikeluarkan untuk membeli gaun-gaun koleksinya.

Setelah mengetahui dan memahami perbedaannya, sekarang rekan-rekan harus memastikan agar tidak melakukan pelanggaran maxim seperti di atas, ya. Salam #peopledevelopment!

Category: Gramedia English Academy – Blog

Title: Susah-Susah Gampang Memimpin Generasi Milenial

Post Date: 14 Maret 2021

Author: Thomas Adrian

Keywords: satu orang menunjuk ke sebuah arah dengan beberapa orang di sekitarnya

Rekan-rekan pasti sudah akrab dengan kata milenial. Bicara soal milenial, beberapa kosakata yang diasosiasikan dengannya adalah: modern, cepat, tech-savvy, fleksibel, dan sebagainya. Selain itu, milenial juga sering digambarkan sebagai generasi yang individualistis, banyak menyia-nyiakan waktu berselancar sosial media, tak suka menabung demi masa depan, dan cenderung malas di tempat kerja (Indonesia Millennial Report, 2020). Penggambaran negatif ini tentu membuat cemas. Secara global, 35% generasi milenial dunia sudah memasuki dunia kerja. Di Indonesia sendiri, hampir 26% populasi Indonesia adalah generasi milenial (statista.com, 2020).

Sementara dunia kerja mulai banyak diisi oleh generasi milenial, pemimpin-pemimpin perusahaan dan/atau unit usaha merupakan generasi non-milenial; Gen-X atau Baby Boomers. Karakteristik ketiga generasi ini pun berbeda-beda. Manajemen unit usaha belum mawas diri akan kondisi tersebut di atas. Hal ini akan menyebabkan sering terjadinya friksi dan konflik kepentingan, yang jika dibiarkan akan berpotensi menimbulkan leadership gap syndrome atau sindrom jurang kepemimpinan (Jazak Yus, 2020). Selain itu, friksi dan konflik yang tak segera ‘diobati’ rawan menimbulkan penurunan performa dan kinerja para karyawan.

Dengan sifat dan karakteristik generasi milenial seperti di atas serta semakin banyaknya populasi mereka masuk ke dunia kerja, mau tak mau manajemen harus melakukan penyesuaian. Dari tahun ke tahun, jumlah tenaga kerja generasi milenial akan bertumbuh pesat dan masa depan keberlangsungan unit usaha ada di tangan mereka. Lalu apa yang harus dilakukan untuk memimpin generasi ini? Berdasarkan buku Lead or Leave It to Millennials karya Jazak Yus Afriansyah, teknik Coaching merupakan teknik yang dianggap cocok untuk memimpin generasi milenial. Teknik ini sendiri terbagi ke dalam beberapa gaya kepemimpinan, yaitu:

  • Egalitarian Leadership

Pemimpin yang ‘merakyat’; tidak ada jarak. Pimpinan yang adakalanya bersikap seperti teman. Generasi milenial umumnya senang pada pemimpin yang seperti ini.

  • Servant Leadership

Pemimpin yang mampu ‘melayani’ kebutuhan anggota tim. Seperti misalnya, mengizinkan anggota tim untuk mengambil kesempatan mengembangkan diri sendiri. Karena generasi milenial senang jika diberikan kesempatan untuk berkembang, baik secara soft skill maupun hard skill.

  • Situational Leadership

Jenis kepemimpinan ini dikembangkan oleh Ken Blanchard, penulis buku The One Minute Manager. Penekanannya, pemimpin memimpin berdasarkan situasi orang yang dipimpinnya dengan cara membandingan kompetensi dan komitmen yang dimilikinya.

  • Facilitator Leadership

Jika dalam servant leadership, pemimpin ‘melayani’ dengan cara memberi kesempatan atau memperbolehkan pengembangan individu, pada facilitator leadership pemimpin memfasilitasi proses pengembangan dan berbagai hal yang diperlukan untuk pemenuhan target, seperti misalnya infrastruktur, keluwesan waktu, dan sebagainya.

  • Transformation Leadership

Pemimpin dapat memberdayakan timnya untuk mampu berubah menyesuaikan situasi dan kondisi dalam konteks bisnis.

Tak hanya itu saja, rekan-rekan. Teknik Coaching juga melibatkan dua elemen penting, yaitu memberikan arahan (giving directions) dan melibatkan (asking). Di dalam keduanya, pemimpin dan calon pemimpin yang memimpin generasi milenial harus mampu untuk mendorong timnya untuk mengeluarkan ide-ide segar, tidak menganulir serta memodifikasi ide jika dirasa kurang aplikatif, memberikan umpan balik yang konstruktif dan positif, dan tidak lupa memberikan alternatif serta arahan jika memang mentok atau jika diperlukan.

Tidak ada gaya kepemimpinan yang paling cocok, paling baik, ataupun paling sempurna. Semua gaya kepemimpinan baik dan aplikatif menyesuaikan situasinya. Susah-susah gampang memang menjadi pemimpin bagi generasi milenial. Tapi susah bukan berarti tidak mungkin dilakukan, bukan?

Salam #PeopleDevelopment!

Sumber:

2020’s Indonesia Millennial Report

Indonesia’s Millennial Population

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Gramedia Academy

Promoting people development by conducting trainings and events based on books published by Gramedia Publishers

Telephone. (021) 53677834
WhatsApp. +6287793103435
Email. [email protected]