INQUIRY
CONTACT
Gramedia Academy

TO MOVE OR NOT TO MOVE, THAT'S THE QUESTION!

To Move Or Not To Move, That's The Question!

Post by. Thomas Adrian

Date: June 14, 2021

Pandemi Covid-19 telah melanda dunia global selama hampir 1,5 tahun. Banyak hal yang telah berubah karena virus ini; perekonomian, pariwisata, pola hidup, percepatan teknologi, dan pola kerja. Untuk bagian terakhir ini, pandemi cukup berdampak besar. Baru-baru ini, Forbes menyatakan bahwa sekitar 35 persen pekerja millennial akan memilih untuk keluar dari pekerjaan atau menjadi bos bagi dirinya sendiri alias menjadi wiraswasta saat hingga setelah pandemi ini berakhir. Jenuh menjadi penyebab utama mengapa para pekerja memilih untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja. Kebutuhan millennial untuk berinteraksi secara sosial tidak terpenuhi dengan banyaknya porsi Work from Home (WFH). Karena WFH itu pula, batas pemisah antara dunia kerja dan kehidupan pekerja mulai memasuki area abu-abu; mulai samar, tak ada bedanya. Selain itu, gagalnya perusahaan memberi ‘perhatian’ pada karyawannya jadi penyebab yang menguatkan jenuhnya para millennial. Bagi perusahaan, kehilangan talenta di sektor tertentu akan berdampak pada performa tim. Akan sangat merugikan bagi sebuah organisasi jika kehilangan talenta terbaiknya. Perusahaan harus sebisa mungkin mempertahankan para talentanya agar proses bisnis tidak terhambat.


Kelelahan atau kejenuhan dalam bekerja (burnout). memang tak akan terhindarkan; apalagi di tengah situasi pandemi seperti ini. Tapi, keputusan untuk bertahan di tempat kerja atau pindah ada di tangan rekan-rekan; jangan sampai jenuh dan lelah sesaat merugikan diri sendiri di masa depan. “Haruskah rekan-rekan pindah tempat kerja atau tidak?”, itulah pertanyaannya. Bila memang situasi yang ada sudah tak tertahankan atau mengalami kelelahan dalam pekerjaan yang tak teratasi, maka memang lebih baik mengundurkan diri atau resign lalu mencari pekerjaan lainnya.


Tapi bagi yang tidak ingin mengundurkan diri karena merasa mencari kerja di tengah pandemi adalah sesuatu yang sulit, rekan-rekan harus berusaha bagaimana cara agar tidak cepat mengalami burnout. Usaha yang dapat rekan-rekan lakukan untuk mencegah hal tersebut terjadi diantaranya:

•        Cuti menjadi solusi jangka pendek bagi rekan-rekan yang mengalami burnout dalam pekerjaan. Ambil cuti sejenak dan tinggalkan pekerjaan. Mungkin short vacation bisa menjadi pilihan asal tetap menjaga protokol kesehatan. Setelah liburan, rekan-rekan bisa lebih segar dan kembali fokus dalam pekerjaan.

•        Bagi yang tidak punya opsi cuti, mengubah pola pikir bisa jadi pilihan. Alih-alih harus menyelesaikan banyak pekerjaan secepat mungkin dengan sempurna, rekan-rekan bisa mengubah pola pikir menjadi “menyelesaikan pekerjaan dengan tempo pada umumnya dengan menjaga kualitas kerja semampunya”. Intinya, hilangkan beban bagi diri sendiri secara kualitas maupun kuantitas.


Burnout terkadang sulit diketahui dan tak mudah untuk hilang sendiri. Maka dari itu, selain perusahaan yang harus memberikan perhatian agar tak kehilangan talentanya, rekan-rekan juga harus mengidentifikasi diri agar dapat menangani burnout dengan baik dan tak perlu memberikan dampak parah bagi karier.


Salam #peopledevelopment!