Menyoal Side Hustle

Rekan-rekan, sandwich generation sudah menjadi hal umum pada dunia modern. Mungkin rekan-rekan sendiri juga mengalaminya; di mana harus memenuhi kebutuhan diri sendiri, tapi ada anak dan/atau orang tua yang juga harus dipenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya, semua akan UUD, alias Ujung-ujungnya Duit. Blak-blakan saja, untuk memenuhi kebutuhan tiga generasi – diri sendiri, anak, dan orang tua – memang memerlukan dana yang banyak. Terlebih lagi generasi kekinian, yang katanya lebih menyukai pemenuhan batin seperti makan atau jalan-jalan, butuh biaya untuk menuruti kebutuhannya. Berangkat dari kebutuhan akan keuangan tersebut, maka para pekerja umum melakukan side hustling.

 

Side hustle, dikutip dari kamus daring Cambridge, adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan (dan dibayar) di samping pekerjaan utama yang dilakukan. Dengan terbuka lebarnya akses belajar, pelatihan, serta lokakarya untuk menguasai sebuah bidang, maka peluang seseorang untuk melakukan side hustle juga terbuka lebar. Dilansir dari Kompas.com, banyak hal yang bisa dijadikan side hustle, misalnya menjadi fotografer, penerjemah, pengajar atau tutor secara daring, atau bahkan trading. Bagi yang senang menulis bisa menjadi penulis lepas. Bagi yang senang membuat konten video atau lainnya bisa menjadi content creator. Bagi yang senang bermain gim, bisa jadi gamer; selain bisa ikut kejuaraan atau lomba, gamer juga bisa membuat konten melalui siaran langsung di berbagai platform yang tersedia. Intinya, apa saja bisa jadi side hustle asal rekan-rekan mendalaminya. Tapi pertanyaan besarnya bukan itu, tapi lebih ke, “Apakah hal itu salah secara aturan perusahaan dan etikanya?”

 

Menyoal aturan perusahaan biasanya akan berbeda dari satu perusahaan ke perusahaan lain, yang mana harus rekan-rekan cermati sebelumnya. Tapi jika menyebut soal etika, sebenarnya mungkin tidak masalah, lho! Mengutip wawancara Peter Febian, seorang Key Opinion Leader (KOL), pada siaran radio Smart FM, pada dasarnya karyawan memiliki side hustle merupakan sesuatu yang lumrah untuk dilakukan, bahkan dianjurkan. Selain itu, pada umumnya perusahaan tidak akan menuntut mereka yang melakukannya. Hanya saja, Peter Febian menambahkan, memang ada beberapa catatan yang harus diperhatikan, yaitu jangan sampai pekerjaan utama jadi terbengkalai akibat pekerjaan sampingan itu serta jangan sampai menimbulkan konflik kepentingan.

 

Lalu apa yang harus dipikirkan sebelum melakukan pekerjaan tambahan untuk menunjang keuangan? Yang pertama dan utama adalah manajemen diri. Kegagalan dalam manajemen diri, baik soal waktu atau pekerjaan, akan menyebabkan apa yang rekan-rekan lakukan jadi kacau. Boro-boro side hustle, pekerjaan kantor yang utama saja tidak akan selesai kalau begitu. Cara menyiasati ini semua adalah mungkin rekan-rekan bisa side hustling di akhir pekan. Jangan sampai karena side hustle setitik, rusak semua pekerjaan. Lalu yang kedua adalah wawasan. Ini penting karena jangan sampai mengerjakan sesuatu tanpa mengetahui bagaimana caranya, peraturannya, atau ilmu penunjangnya. Jangan sampai kurangnya wawasanmu jadi boomerang bagi side hustle-mu. Penutup artikel ini akan meminjam dan mengubah sedikit lirik lagu Bang Haji Rhoma Irama: “Side Hustle boleh saja, asal ada perlunya.”

 

Salam #PeopleDevelopment!

Sumber:

Category: Gramedia English Academy – Blog

Title: Tes Kefasihan Bahasa Inggris Itu Penting Nggak Sih?

Post Date: 21 September 2022

Author: Thomas Adrian

Keywords: Gambar tes TOEFL atau gambar lembar tes yg cara jawabnya dibulet-buletin

 

Rekan-rekan, kefasihan dalam berbahasa itu penting bagi dunia akademis dan profesional. Jika mampu menguasai beberapa bahasa, atau yang biasa disebut dengan polyglot, maka daya tawar rekan-rekan akan lebih tinggi dibanding dengan mereka yang hanya menguasai satu bahasa saja. Tapi fasih berbahasa tak hanya bisa sekadar fasih saja, ada standar tertentu yang harus dipenuhi agar bisa dikatakan fasih sampai tingkat atau level tertentu. Misalnya, bahasa Jepang punya tes kefasihan yang bernama Japanese Language Proficiency Test (JLPT) dengan tingkatan N5 yang paling mudah atau rendah, sampai N1 yang paling sulit dan bisa dikatakan fasih seperti penutur asli. Sementara tes kefasihan bahasa Jerman bernama Test Deutsch als Fremdsprache (TestDaF). Nah, di bahasa Inggris pun sama, ada dua tes kefasihan yang sudah umum kita kenal, yaitu IELTS dan TOEFL.

 

The International English Language Testing System, atau IELTS, adalah salah tes kefasihan bahasa Inggris yang biasanya dipakai di Britania Raya, negara sekutu dan/atau negara pesemakmuran Inggris. Namun sekarang bisa juga dipakai di negara-negara yang menggunakan American English (AmE). Sementara The Test of English as a Foreign Language atau TOEFL adalah salah tes kefasihan bahasa Inggris yang biasanya dipakai di negara-negara yang memakai American English. Tapi sekarang, sama seperti IELTS, penutur British English (BrE) juga bisa mengambil dan memakainya. Keduanya sama-sama bisa dipakai untuk pelajar yang berniat melanjutkan studinya ke luar negeri atau bagi mereka yang ingin pindah ke negara berbahasa Inggris. Lalu bedanya apa?

 

Perbedaan yang mencolok pertama adalah bentuk skoringnya. Untuk IELTS, rentang skornya dari nol sampai sembilan (0-9), di mana sembilan dianggap sebagai pengguna mahir dan 0 dianggap tidak mengerjakan atau menjawab pertanyaannya. Sementara TOEFL memiliki dua jenias rentang skor; TOEFL internet-Based Test (iBT) memiliki rentang 0-120, di mana per bagian tes memiliki nilai maksimal 30. Sementara TOEFL Paper-Based Test (PBT), yang paling kita kenal dan sering digunakan di Indonesia, memiliki rentang 0-677.

 

Yang kedua secara biaya. Pada umumnya, biaya untuk mengambil tes TOEFL lebih rendah dibanding IELTS. Dikutip dari britishcouncilfoundation.id pada tanggal 17 September, biaya tes IELTS berkisar antara Rp.3.000.000 hingga Rp.3.300.000. Sementara biaya tes TOEFL PBT, diambil dari International Test Center (ITC) Indonesia, berkisar antara Rp500.000 hingga Rp.700.000. Harga ini biasanya berubah tergantung kurs Rupiah terhadap Dolar dan Poundsterling, rekan-rekan. Jadi kalau mau mengambil tes, lebih baik bertanya dulu ke lembaga yang bersangkutan untuk harga pastinya karena ada kemungkinan bisa berubah.

 

Jenisnya sudah, perbedaannya sudah, lalu mana yang harus dipilih? Banyak faktor yang bisa memengaruhi keputusan itu rekan-rekan. Jika pertimbangan utamanya soal biaya atau mau melanjutkan studi ke negara-negara “penganut” American English, maka TOEFL bisa jadi pilihan utama. Jika rekan-rekan ingin melanjutkan studi ke Inggris atau negara-negara pesemakmurannya, lebih baik pilih IELTS. Soal kesulitannya, kurang lebih sama. Semua kembali ke kesiapan peserta tes masing-masing. Kalau untuk penggunaan dalam negeri seperti keperluan melamar pekerjaan atau mendaftar ke perguruan tinggi Indonesia, umumnya yang akan diminta adalah skor tes TOEFL.

 

Bicara soal persiapan untuk mengambil tes kefasihan bahasa Inggris, rekan-rekan bisa mengikuti kelas persiapan yang diadakan atau ditawarkan oleh lembaga-lembaga pelatihan yang mengadakannya. Di dalam kelas persiapan tersebut, akan diajarkan apa saja yang harus diperhatikan dalam mengerjakan soal-soal serta tips dan trik dalam mengerjakannya. Pada umumnya, kelas persiapan ini memiliki biayanya sendiri dan belum termasuk harga tes. Maka, rekan-rekan harus menyiapkan dana jika ingin mengikuti kelas persiapan sebelum mengikuti tes. Jika merasa sudah yakin, tidak ikut pun tidak apa-apa.

 

((Dalam rangka Gramedia Literacy Week, Gramedia Academy bersama Gramedia mengadakan kelas Tips and Trick TOEFL® & English Assessment Test di Perpustakaan Daerah Jakarta, Taman Ismail Marzuki, pada tanggal 28 September 2022. Kelas ini gratis, tak dipungut biaya. Selain mendapatkan tips dan trik dalam mengerjakan TOEFL, rekan-rekan juga bisa melakukan tes prediksi dan bisa mendapatkan merchandise menarik juga! Jangan lupa daftarkan diri rekan-rekan di acara tersebut lewat website gramediaacademy.com, ya!))

 

Kesimpulannya, tes kefasihan bahasa Inggris, dan bahasa apa pun, itu penting sekali agar kemampuan rekan-rekan terukur secara jelas. Apalagi bagi rekan-rekan yang berniat melamar pekerjaan, melanjutkan Pendidikan ke jenjang berikutnya, atau ingin pindah ke negara-negara berbahasa Inggris. Semoga beruntung!

 

Salam #PeopleDevelopment!

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Gramedia Academy

Promoting people development by conducting trainings and events based on books published by Gramedia Publishers

Telephone. (021) 53677834
WhatsApp. +6287793103435
Email. [email protected]