Jangan Sampai Tagar Membuat Jenama ‘Terbakar’

Rekan-rekan, di zaman serba digital seperti ini, penggunaan internet dan/atau sosial media untuk pemasaran merupakan sesuatu yang esensial. Jika zaman pra-internet dulu menyebar flyer masih dianggap sangat efektif untuk memasarkan produk atau jenama, bisa jadi di zaman serba kekinian dan modern ini kegiatan tersebut malah dianggap tidak efektif. Kenapa? Mengiklankan produk atau jenama lewat internet akan lebih menjanjikan karena target pemasaran bisa disesuaikan dengan target usia dan target domisili. Selain itu, laporan seperti jumlah klik, insight, dan data-data lainnya juga bisa ditampilkan. Selain internet ads, penggunaan hashtag juga dinilai efektif untuk mempromosikan jenama atau kampanye yang sedang dibuat.

 

Bicara soal pembuatan hashtag, atau tagar, untuk mempromosikan jenama atau kampanye produk, tidak boleh sembarangan membuat. Ada beberapa kesalahan pembuatan tagar yang berdampak buruk bagi jenamanya:

  • Pada 2012, sebuah waralaba restoran cepat saji asal Amerika Serikat membuat tagar #McDStories dengan tujuan agar para warganet AS menceritakan pengalaman menyenangkan atau tak terlupakan yang pernah mereka alami saat mengunjungi dan makan di sana. Alih-alih cerita yang menyenangkan atau tak terlupakan, banyak warganet malah menceritakan berbagai pengalaman yang tak mengenakkan; entah itu cerita asli atau fabrikasi.
  • Di tahun yang sama, Penyanyi asal Britania Raya, Susan Boyle mempromosikan album musiknya dengan tagar #susanalbumparty. Alih-alih menjadi pembicaraan positif di media sosial X (dulu Twitter), warganet malah menggunakan tagar itu menjadi candaan yang sedikit kurang pantas. Tagar itu harusnya dibaca dengan ‘Susan Album Party’ tapi warganet membacanya sebagai ‘Sus A*al Bum Party’.

 

Dua contoh di atas bisa dibilang menjadi gambaran bahwa pembuatan tagar itu susah-susah gampang. Salah sedikit saja, blunder menodai jenama; branding sebuah produk yang dibangun sejak lama bisa runtuh total dalam sekejap.

 

Sebelum membuat tagar, agar jenama tidak ‘terbakar’, berikut beberapa hal agar rekan-rekan dapat meminimalisir blunder dalam pembuatan tagar.

  • Riset mendalam

Ketika akan membuat tagar, pasti akan banyak ide tagar yang menurut rekan-rekan menarik dan sesuai dengan jenama yang ada. Pastikan bahwa ide-ide tagar itu cocok, relevan dengan berbagai kondisi di dunia, dan tidak menimbulkan kontroversi di khalayak ramai.

  • Unik, singkat, jelas

Tagar yang terlalu panjang akan sulit dibaca dan jenama jadi kurang berkesan di pikiran dan hati orang-orang. Buatlah tagar yang seunik mungkin, singkat, namun jelas.

  • Hati-hati misinterpretasi

Misinterpretasi jadi musuh dalam pembuatan tagar; contoh jelas seperti kasus tagar album baru Susan Boyle di atas. Gunakanlah tagar yang tidak memiliki tafsir ganda atau gunakan penulisan yang jelas. Sebagai contoh, tagar #susanalbumparty tidak akan salah dibaca jika ditulis dengan huruf kapital di tiap awal kata: #SusanAlbumParty.

 

To be fair, kedua kesalahan yang disebutkan di atas terjadi pada tahun 2012, di mana ilmu digital marketing belum begitu berkembang seperti sekarang. Jadi, semua orang masih mempelajari “barang baru” dan beradaptasi serta membentuk polanya. Tapi kesalahan dalam pembuatan tagar masih bisa terjadi sampai sekarang ini. Dengan semakin berkembangnya keilmuan di bidang ini, maka ada baiknya diperhatikan serta diaplikasikan agar kesalahan serupa di masa lalu bisa dihindari; Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.

 

Salam #PeopleDevelopment!

 

Referensi:

nt!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Gramedia Academy

Promoting people development by conducting trainings and events based on books published by Gramedia Publishers

Telephone. (021) 53677834
WhatsApp. +6287793103435
Email. [email protected]